Restorasi Lahan Gambut: Peran Petani Sawit dalam Mitigasi Bencana

Indonesia, sebagai negara dengan lahan gambut terluas di dunia, menghadapi tantangan besar terkait kebakaran hutan dan lahan. Lahan gambut yang rusak menjadi sangat rentan terbakar, melepaskan emisi karbon dalam jumlah masif, dan menimbulkan bencana kabut asap yang merugikan. Oleh karena itu, restorasi lahan gambut menjadi agenda krusial yang memerlukan kerja sama dari berbagai pihak. Uniknya, peran petani sawit kini tidak lagi hanya sebatas pelaku ekonomi, tetapi juga mitra kunci dalam upaya mitigasi bencana dan pemulihan ekosistem. Dengan pendekatan yang tepat, para petani sawit dapat menjadi agen perubahan yang efektif, membantu mengembalikan fungsi lahan gambut yang telah terdegradasi.

Pada 10 Oktober 2025, dalam sebuah pertemuan yang diadakan oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Deputi Bidang Edukasi dan Sosialisasi, Dr. Wulan Sari, menyampaikan bahwa restorasi lahan gambut tidak mungkin berhasil tanpa keterlibatan langsung dari masyarakat, termasuk para petani sawit. Banyak petani sawit skala kecil memiliki lahan di area gambut, dan kebiasaan lama seperti membakar lahan untuk pembukaan kebun seringkali menjadi pemicu kebakaran. Oleh karena itu, BRGM kini fokus pada program pendampingan yang mengajarkan metode pertanian yang ramah gambut, seperti tanpa bakar dan pengelolaan air yang baik. Petani diberi pelatihan tentang cara menanam komoditas lain yang cocok di lahan gambut basah, seperti sagu atau nanas, yang bisa menjadi alternatif pendapatan.

Selain itu, restorasi lahan gambut juga melibatkan penerapan teknologi sederhana yang bisa diaplikasikan oleh petani. Pada 25 November 2025, sebuah kelompok tani sawit di Riau berpartisipasi dalam program uji coba teknologi “sekat kanal”. Dengan membangun sekat-sekat kecil di kanal drainase, mereka berhasil menjaga tingkat kelembaban gambut di lahan mereka, mencegahnya menjadi kering dan mudah terbakar. Hasilnya, lahan mereka tidak hanya lebih tahan api, tetapi juga lebih produktif. Program ini membuktikan bahwa solusi yang berkelanjutan tidak harus selalu mahal atau rumit, tetapi bisa dimulai dari inisiatif skala kecil dengan dampak yang besar.

Meskipun restorasi lahan gambut membutuhkan investasi besar dan komitmen jangka panjang, keterlibatan petani sawit memberikan harapan baru. Dengan memberikan insentif dan edukasi yang tepat, mereka dapat diubah dari bagian dari masalah menjadi bagian dari solusi. Pada 5 Desember 2025, pemerintah mengumumkan dana hibah khusus bagi petani sawit yang bersedia mengalihkan sebagian lahannya untuk program restorasi atau yang menerapkan praktik pertanian ramah gambut. Langkah ini adalah bagian dari strategi pemerintah untuk menciptakan sinergi antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Pada akhirnya, keberhasilan restorasi lahan gambut akan sangat bergantung pada seberapa efektif kita dapat merangkul dan memberdayakan para pemangku kepentingan, terutama mereka yang hidup dan bekerja langsung di atas lahan tersebut.